Blogger Widgets Symphony From Heaven: Cinta Bukan Hanya Pengakuan, Tetapi Juga Pembuktian

Jumat, 08 April 2016

Cinta Bukan Hanya Pengakuan, Tetapi Juga Pembuktian

Alkisah, di sebuah desa tinggalah seorang ibu yang sudah tua bersama anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Ibu itu seringkali merasa sedih karena memikirkan anaknya yang memiliki tabiat buruk, yaitu suka mencuri, merampok dan melakukan perbuatan-perbuatan tercela lainnya. 
Ia sering menangis meratapi nasibnya yang malang, tetapi ia tetap berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan, tolong sadarkan anakku yang kusayangi supaya ia tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati.” Akan tetapi, semakin hari si anak semakin larut dalam perbuatan jahatnya. Berulang kali ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.

Suatu malam si anak kembali beraksi dan merampok rumah seorang penduduk desa. Malangnya, dia tertangkap. Dia pun kemudian dibawa ke hadapan raja untuk diadili. Karena ia sudah terlalu sering melakukan kejahatan, maka sang raja menjatuhkan hukuman pancung kepadanya. Hasil pengadilan itu diumumkan ke seluruh desa, bahwa hukuman pancung akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Berita hukuman itu pun sampai ke telinga sang ibu. Dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan, “Tuhan, ampunilah anak hamba. Biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya.”
Kemudian dengan tertatih-tatih Ibu itu datang menghadap sang raja untuk memohon agar anaknya dibebaskan. Akan tetapi, keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman pancung. Dengan hati hancur ibu itupun kembali ke rumah. Tak hentinya ia berdoa supaya anaknya diampuni sampai akhirnya ia tertidur karena kelelahan. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Tuhan.
Keesokan harinya, di tempat yang telah ditentukan, rakyat berbondong-bondong manyaksikan hukuman pancung bagi si anak. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak itu sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua dan tanpa terasa ia menitikkan air mata menyesali perbuatannya.
Detik demi detik terus berlalu. Akan tetapi, sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng itu belum juga berdentang. Lima menit telah berlalu dan suasana mulai berisik. Akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi ia menarik tali lonceng, tetapi suara dentangnya tidak juga terdengar.

Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan hasil penyelidikan dari beberapa orang yang naik ke atas untuk melihat dari mana darah itu mengucur.
Apa yang sebenarnya telah terjadi? Ternyata di dalam lonceng itu ditemukan tubuh sang ibu dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi. Dan sebagai gantinya, kepala ibu itulah yang terbentur ke dinding lonceng itu. Rupanya pagi-pagi benar ibu itu bangun dan dengan susah payah memanjat ke atas serta mengikat dirinya di bandul lonceng itu untuk mencegah hukuman pancung anaknya.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara itu, sambil memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan, si anak menangis meraung-raung menyesali perbuatannya.
Seperti halnya Ibu yang mengantikan anaknya dengan mengorbankan nyawanya, bukankah jauh sebelumnya Tuhan kita Yesus Kristus telah mati mengantikan kita. (Forward)

Cerita diatas menjadi sebuah ilustrasi yang menggambarkan tentang betapa besar pengorbanan Tuhan kita di kayu salib.
Disana kita melihat sebuah “pertukaran yang tidak adil”. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya didalam dia kita dibenarkan oleh Allah. ( 2 Korintus 5:21 )
Disana kita melihat sebuah keteguhan hati untuk menyelesaikan Misi Ilahi. Saat Dia dianiaya dan membiarkan diri-Nya ditindas, saat Dia tidak memberikan pembelaan pada Dirinya dan tidak membuka mulutnya layaknya anak domba yang dibawa ke pembantaian. ( Yesaya 53:7 )
Disana kita melihat dimana “Cinta bukan hanya pengakuan, tetapi juga pembuktian”
Disana kita melihat harapan akan adanya hidup yang kekal bagi mereka yang percaya kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat. ( Yohanes 3:16 )
Dan “disana” didalam hidup Bapak/Ibu/Sdr/Sdri apakah merindukan hidup yang kekal bersama Dia, Yesus Kristus yang begitu mengasihi kita?

Jika YA, terima Dia dan undang Dia masuk dalam hati anda sebagai Tuhan dan Juruselamat.


"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." 
( Matius 26 : 29 )
----------------------------------------------------------------------------
"Cinta terbukti ketika kita diperhadapkan pada pilihan-pilihan yg sulit"
Kenyataan bahwa Yesus memilih 'Cawan' itu, membuktikan pada kita betapa besar CINTA nya kepada kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar